Selasa, 29 Agustus 2017

Wonderful Yogyakarta (Best Days Ever)







Hari kedua..

Alhamdulillah, Sang Maha Maha Baik masih memberikanku kesempatan dengan membangunkanku melalui Adzan subuh dari Masjid yang berada tidak jauh dari Kos-kosan kami. Tidak heran jika udara di kota ini cukup membuat badan kami menggigil semalaman karena memang disini masih banyak pepohonan yang terawat indah dan semakin menambah kesejukan kota. Dengan mengandalkan HP pintar, tidak butuh waktu lama untuk menemukan tujuan wisata yang akan kami kunjungi hari ini.

Meskipun matahari belum sempurna  menunjukan sinarnya, namun kami sudah melenggang di perjalanan mengendarai dua motor rental yang menurut jadwal masih dalam masa sewa hingga pukul 11 siang nanti. Entah mungkin ini hanya perasaanku saja, udara pagi disini terasa harum. ya, benar-benar memiliki aroma harum, di tambah bintik-bintik embun dan kabut yang masih menyelimuti hamparan padi di persawahan yang sesekali ku lewati karena tepat berada di pinggir jalan. Beberapa penduduk dengan handal mengontel sepedanya dipinggir jalan menuju sawah menambah keteduhan setiap mata yang memandang, terutama mataku yang sudah lama tidak pernah melihat pemandangan seperti ini. Sampai-sampai aku tidak tidak peduli kalau kedua tanganku yang sedang menyetir terasa seperti menggenggam bongkahan es meskipun dalam keadaan memakai sarung tangan. Aku benar-benar menikmati setiap sudut jalan yang aku lewati.

Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu sekitar satu jam, akhirnya kami sampai di sebuah desa yang penduduknya tidak seramai di daerah kami menginap. Rumah-rumah penduduk disini masih cukup sederhana. Hal ini mengingatkanku dengan kampung halamanku yang sudah beberapa tahun tidak aku kunjungi.
Semakin jauh lagi perjalanan kami, relief jalan yang kami lewati semakin menantang. Beberapa kali melewati turunan dan tanjakan tajam, rasanya lebih dari sekedar berada di wahana Roller Coaster, karena tidak ada jaminan ‘aman’. Disaat situasi seperti ini aku jadi teringat dengan pepatah yang pernah kubaca  ‘Putus Rem lebih Berbahaya daripada Putus cinta’.

Dengan mengikuti papan-papan petunjuk yang sengaja di siapkan untuk mempermudah pengunjung, akhirnya kami sampai di tempat tujuan, Wisata Bukit Kalibiru. Sebagai seorang Nitizen yang sedikit terbesit rasa iri saat melihat unggahan foto-foto para Traveler dengan background yang menakjubkan di tempat ini, mungkin itu menjadi salah satu motivasi kami memilih tempat ini.
Setelah kendaraan terparkir, kami harus berjalan kaki lagi dengan kemiringan jalan sekitar 45 derajat dan ketinggian 20 meter (maafkan kalau salah), cukup membuat kami harus berhenti duduk sejenak untuk mengumpulkan tenaga kembali. menurut petunjuk yang ada di papan Banner , Lokasi untuk berfoto di bagi menjadi beberapa Spot. Aku jadi tidak sabar untuk mulai menjelajahi satu persatu Spot yang ada.



MashaAllah, ternyata dengan melihat secara langsung terasa lebih indah dari yang biasa kulihat di media sosial . Begitu mempesona pemandangan hamparan pepohonan yang masih tertutup kabut , semakin membuatku berkhayal jika aku sedang berada di Negeri atas awan. Terlihat juga dari ketinggian ini sebuah aliran sungai atau biasa orang suku Jawa menyebutnya Kali,  yang kurasa itu penyebab tempat ini dinamakan ‘Kalibiru’. Sepertinya sungai itu lebih indah dan cukup besar saat didekati, karena dari ketinggian ini saja sungai itu terlihat jelas dan berwarna biru.



Sinar matahari yang terasa hangat berhasil mengusir kabut untuk perlahan-lahan bersembunyi dan akan kembali lagi keesokan paginya. Hamparan pepohonan mulai terlihat jelas dari ketinggian tempatku berdiri saat ini, sangat menyejukan pandangan. Kalau tidak mengingat batas waktu penyewaan motor yang beberapa jam lagi harus di kembalikan, tak tega rasanya buru-buru meninggalkan tempat ini.  Kuharap pohon-pohon di kejauhan sana yang daunnya sayu-sayu terhembus angin  sedang mendoakanku agar suatu hari nanti berkunjung kembali ditempat ini. Tidak, Bukan aku, tapi kami bertiga.

Jalan yang sama kembali kami lewati untuk menuju perjalanan pulang dengan kecepatan yang sedikit lebih tinggi karena 1 jam lagi pukul 11.00. Setelah melaju dengan terburu-buru dan beberapa kali berputar arah karena Maps yang tidak sepenuhnya mau diajak bekerjasama, Akhirnya mata ku melihat papan Reklame Hotel Ishiro. Sebuah Hotel yang selalu kami jadikan titik pulang melalui GPS karena penginapan kami tidak jauh dari Hotel tersebut.


Setelah ini apa ? dimana ? naik apa ?, ya, pertanyaan itulah yang sekilas berada di fikiranku saat berjalan kaki menuju kost-an setelah mengembalikan motor. Ya, mungkin cukup untuk hari ini , meskipun baru setengah hari kami menghabiskan waktu. sepertinya kami juga membutuhkan istirahat yang cukup untuk petualangan selanjutnya keesokan hari.


Malam harinya, selepas sholat Isya’ Aku , Asa dan Masyam berjalan kaki keluar komplek untuk mencari mesin ATM sekaligus berniat menikmati suasana malam di sekitaran jalan Kaliurang. Lagi-lagi kami mengandalkan GPS, hingga titik lokasi menunjukan ATM tersebut berada di dalam komplek Perguruan tinggi Negeri ternama di Kota ini. Apa boleh buat, meskipun jalanan area kampus cukup gelap dan sepi, kami beranikan diri untuk berjalan memasuki. Tidak jauh memang dari gerbang masuk hanya sekitar 200 meter, namun suasana memang cukup mencekam karena hanya beberapa orang saja yang berlalu lalang. Padahal ini pertama kalinya aku menginjakan kaki di kampus ini, namun kenapa harus di momen seperti ini. Bahkan di jalan pulangnya kami berlari-larian karena berandai-andai kalau saja di belakang kami ada Setan, hihihi MashaAllah lucu sekali memang sahabat-sahabatku ini.

  Setelah itu kami berjalan lagi mencari Minimarket, kali ini kami berjalan memutar melewati jalan raya. Sebenarnya akan lebih dekat jika kami berjalan melalui komplek perumahan. Aku meihat sebuah minimarket yang sudah tidak asing lagi bagiku, Circle K. Ku ajak Asa dan Maryam untuk membeli  minuman ‘Es Salju’ yang biasa ku beli sepulang kuliah di tempat tinggalku, meskipun nama sebenarnya adalah ‘FROSTER’. Minuman ini tidak berbentuk cair, melainkan Es batu yang diserut, memiliki aneka rasa Coklat, Permen Karet juga Strawberry. Keunikan minuman ini kita dapat ‘meracik’ dengan tangan sendiri dilokasi, dengan mencampur rasa-rasa sesuai keinginan kita (bukan iklan). Cukup jauh memang kami berjalan, namun aku tidak merasa lelah, mungkin karena ada mereka yang selalu memiliki obrolan-obrolan yang menggelikan.


Hari ketiga..


Hari ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya, meskipun Jam sudah menunjukan pukul 10.00 kami masih berada di Kos-an. Baru hari ini aku benar-benar memperhatikan setiap sudut Kos-an ini, karena beberapa hari lalu aku tidak terlalu memperhatikan. Bahkan dengan tetangga kamar sebelah kami hanya menegur sekedarnya saja saat berpapasam, ingin rasanya lebih akrab dengan mereka. Terasa sunyi memang, karena Penghuni kos yang lain sedang pulang ke rumah mereka masing-masing. Kalau bukan musim liburan pasti tempat ini ramai, terlihat dari jumlah sepeda yang berjajar rapi di dalam kos seperti berada di parkiran pasar. Itu juga yang membuat kami menyayangkan ketidakberadaan mereka, karena kami tidak dapat meminjam sepeda-sepeda yang kesepian karena ditinggal pemiliknya itu. Bahkan setiap kami berjalan melewatinya, sepeda-sepeda itu selalu melambai-lambai kepada kami, ah sedih rasanya. Padahal aku sempat membayangkan betapa menyenangkan naik sepeda mengelilingi Kota ini.

             Alarm di perutku sudah berbunyi, pertanda telah memasuki jam makan siang . Maka kami memutuskan untuk berjalan kaki menyusuri jalanan komplek sembari membaca menu makanan yang tercetak di spanduk masing-masing warung makanan yang kami lewati. Sampailah kami disebuah kedai mie Ayam, tepat berada di seberang Perguruan Tinggi Negeri yang tadi malam kami masuki. Mungkin bukan ide buruk jika setelah ini kami memutuskan untuk mengehabiskan waktu menjelajahi kampus itu.


Kembali lagi kami memasuki jalan yang tadi malam kami lewati, ternyata suasananya tidak seseram dimalam hari. Satu-persatu gedung yang ada di kampus itu kami jelajahi, meskipun hanya sekilas melewatinya. MashaAllah,  kalau saja aku tahu akan berjalan mengelilingi kampus seluas ini mungkin saja menu makan siangku bukan Mie Ayam melainkan lebih baik kuganti dengan Nasi.

Adzan sholat Ashar berkumandang, Kami berjalan cukup jauh menuju sumber suara itu. Aku sempat berfikir kalau masjidnya hanya berjarak dekat dengan posisi kami saat itu. Ya suara adzan itu bersumber dari pengeras suara Menara Masjid berwarna kuning keemasan. Langkah kaki kami semakin dipercepat agar kami dapat menunaikan Ibadah Sholat dengan tepat waktu.



Senja sudah mulai membayangi pohon-pohon rindang dan terawat yang sepanjang jalan memberi keteduhan saat kami berjalan kaki. Saat sore hari suasana kampus menjadi lebih ramai dipenuhi mahasiswa-mahasiswa yang memiliki kegiatan disekitar lingkungan kampus ataupun berolahraga kecil. Sangat menyenangkan sekali rasanya membayangkan jika saja setiap sore hari aku bisa berada disini, bahkan hanya untuk sekedar duduk-duduk bersama sahabat ataupun hanya ditemani sebuah buku, menikmati senja dan tiupan-tiupan angin kecil yang membawa ketenangan. Ah sudahlah, hayalan macam apa ini.



 Gedung yang menjadi tempat terakhir kami kunjungi sebelum pulang adalah Perpustakaan . Tidak heran mengapa kota ini disebut dengan Kota Pendidikan, kampus ini tidak segan-segan dalam memfasilitasi kebutuhan para pelajarnya dalam mencari ilmu.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju gerbang dimana awal kami memasuki area kampus.

Hari keempat..

Bismillah..
Hari ini kami melakukan perjalanan jauh lagi sekedar untuk menambah cerita yang akan akan kubawa saat kembali ketempat asalku. Perjalanan kami membutuhkan waktu sekitar hampir 1 jam, dengan mengendarai motor hasil pertolongan salah satu teman baik yang sudah berdomisili lama dikota ini.





Sampailah kami di depan gerbang destinasi wisata tujuan kami. Bukit yang dipenuhi dengan hamparan pohon pinus, ya benar, bukit ini bernama 'Puncak Becici’. Dengan hati yang tidak sabaran aku segera berlari-lari kecil untuk segera memasukinya. Benar-benar dipenuhi dengan hamparan pohon pinus yang menjulang tinggi, hingga sinar mataharipun hanya mampu menembus celah-celah kecil daun-daun pepohonan.

berhentilah kami disebuah bangku kayu di bawah pohon, yang kami rasa cocok untuk istirahat sejenak. Aku dan Maryam mulai mengeluarkan hasil perburuan kami yang kami dapat  Sebelum memasuki gerbang tadi Rujak Buah dan Tahu Bulat. Tahu Bulat, makanan yang beberapa waktu lalu cukup Viral, meskipun yang ini kulihat hasil akhirnya tidak memberikan bentuk Bulat, lebih kebentuk yang aku tidak bisa mendeskripsikannya. Rasa pedasnyapun terasa membakar dimulutku, ntah memang rasanya yang sangat pedas atau karena diriku yang tidak seberapa menyukai rasa pedas.



Banyak hal menarik ditempat ini, mulai dari gubuk-gubuk kecil yang semakin mempercantik bukit ini. Hingga tempat foto yang seperti sangkar burung yang sengaja di bangun untuk memfasilitasi pengunjung dalam mengambil gambar sebagai kenang-kenangan. Kulihat penjaganya adalah seorang bapak tua, bolak-balik memasang dan mengambil tangga yang digunakan untuk membantu pengunjung naik di sangkar tersebut.  Kulihat di kardus yang digunakan untuk menampung uang pembayaran hanya bertuliskan  ‘SEIKHLASNYA’. Aduh, aku menjadi sangat kagum dengan beliau, diusianya yang sudah tidak muda lagi namun masih semangat dalam mencari rezeki.






Kami melanjutkan perjalanan lagi   hingga terhenti ditepi puncak. Pemandangan ini tidak jauh berbeda seperti yang ada di Puncak kalibiru, hanya saja pohon-pohon yang ada dijauhan itu terlihat lebih merata.  Ditepi puncak itu terdapat sebuah makam yang sempat membuat ku terkejut karena ku fikir itu adalah sebuah tempat duduk. Mengapa ada makam ditempat ini ? apakah beliau adalah orang yang menemukan puncak ini ? ataukah beliau juru kunci ? ah ntahlah , siapapun beliau pasti orang yang memiliki hubungan dengan tempat ini.



  Jam tanganku menunjukan pukul 1 siang, kurasa sudah waktunya mengakhiri wisata di Puncak Becici ini Diperjalanan pulang kami berhenti disebuah pusat perbelanjaan, aku tidak ingat dengan pasti dimana tempat tersebut, kalau tidak salah lokasi itu tidak jauh dari Bandara Adisutjipto. Kami hanya  berhenti sebentar saja menemani Maryam membeli sepatu untuk mengganti sepatunya yang sempat terkelupas kemarin akibat berjalan mengelilingi perguruan tinggi yang luasnya benar-benar diluar perkiraan, cukup lucu memang.

Hari kelima..

Dugaanku salah, aku fikir hari ini aku sudah kehabisan cara untuk mengisi liburanku. Namun ada saja cara Allah dalam memberikan jalan untuk memberi nikmat kepadaku. Denganhu ditemani teman-temanku yang memang sudah lama tinggal di Kota Jogja ini kami diajaknya untuk ke Event Sunday Morning. Namun kali ini Asa dan Maryam tidak ikut serta, mungkin saja karena mereka kelelahan. Sepertinya diantara teman-temanku hanya diriku saja yang tidak mengetahui Event tersebut, karena menurut Asa dan Maryam event itu juga terdapat di kota asal mereka.

Senangnya bisa berjalan kaki pagi hari bersama orang-orang berhati baik ini
salah satunya adalah Feri, teman SMA ku yang juga membawa kedua temannya. Sudah hampir 3 tahun berlalu namun sifatnya memang tidak berubah, sejak duduk di bangku sekolah memang ia ahli dalam mengejekku. Ada saja kalimat-kalimat yang ia lontarkan untuk membuatku tertawa.  Dia adalah salah satu nominasi sahabat terbaik ku, beruntung sekali aku bisa mengenalnya.

Sunday Morning adalah bazar yang diadakan setiap minggu pagi, yang sebagian besar penjualnya adalah mahasiswa-mahasiswa muda yang kreatif dan berjiwa wirausaha. Disana kita dapat menemukan apa saja yang kita cari, mulai dari makanan yang unik, souvenir, pakaian-pakaian dsb. Tidak perlu khawatir dengan harganya, karena menurut Eva yaitu salah satu teman yang baru aku kenal, harga yang diberikan telah sesuai dengan ‘kantong anak kost’, hehe




MashaAllah, Event ini berhasil mempertemukan aku dengan sahabat karibku yang sudah 3 tahun tidak bertemu, Novi. Ia adalah sahabat yang sangat mengenalku dan juga keluargaku. Wajahnya tidak berubah, tetap imut dan bahkan semakin cantik. Tidak hanya sampai disitu , aku diajak mereka untuk naik di menara Masjid Kampus yang beberapa waktu lalu aku kunjungi. Ya ampun, aku sangat terharu sekali. Bukan karena berhasil naik dimenara itu, tapi lebih terharu atas kebaikan hati mereka yang rela mengajakku untuk melakukan hal yang aku yakin itu bukan menjadi hal luar biasa bagi mereka, karena menara masjid itu adalah kampus mereka dan sering mereka temui.





Setelah puas melihat keramaian kota Sleman dari ketinggian, kami bergegas turun ketika mendengar kumandang Adzan di Masjid Kampus tersebut. Di perjalanan pulang kami , lagi-lagi aku diajak melewati kembali jalanan komplek Perguruan Tinggi Negeri ini. Sangat menyenangkan sekali berjalan kaki bersama mereka, sesekali aku diberikan pengetahuan oleh mereka dari beberapa gedung yang kami lewati.  Aku merasa semakin akrab dengan kampus ini, kuharap hari pertama aku kuliah aku tidak lupa ingatan dengan kampus asalku dan malah salah memasuki kampus ini,hehe.



Hari keenam..


Hari sudah sore, sepertinya memang kami sudah kehabisan rencana. Hingga sampailah diujung kejenuhan sehingga kami memutuskan untuk kembali mengunjungi Malioboro. Sekedar untuk menghilangkan kegabutan yang sempat membuatku berfikir mungkin saja aku terlalu lama berada disini.

Dengan menggunakan jasa taxi online Grab menjadi alternatif kendaraan  yang dirasa cocok untuk kami yang tidak memiliki kendaraan ini. Untuk mempermudah driver Grab untuk menemukan titik Pick Up kami harus berjalan kaki dahulu menuju Hotel Ishiro. Beberapa menit kemudian , datanglah mobil yang siap mengantarkan kami ke Malioboro.





Sebenarnya aku juga tidak tahu apa yang akan kami lakukan setelah sampai di Malioboro. Menikmati es Krim yang ada di MC Donald sepertinya bukan ide buruk. Hingga kumandang adzan magrib mulai bersaut-sautan, kami bergegas keluar dari Malioboro Mall dan segera mencari Mushola yang terdekat. Dengan jeli telinga kami mengikuti sumber adzan terdekat disekitar tempat itu, hingga kami memasuki sebuah gang kecil cukup padat yang ternyata terdapat masjid cukup luas di dalamnya, yang menarik adalah gerbang dari Mushola tersebut dihiasi lampu Tumblr berwarna-warni, Sungguh pemandangan yang tidak biasa.



Hari ketujuh..




Gunung Kidul, itulah tempat rekomendasi dari seorang yang ku kenal untuk bisa kami kunjungi hari ini. Aku, asa dan maryam memang tidak tahu jelas apa yang ada ditempat itu. Dari namanya spertinya itu adalah pegunungan. Dengan mengendarai motor hasil bantuan teman-teman yang sangat baik hati membantu kami mengisi liburan ini, akhirnya kami sampai di sebuah Pantai Gunung Kidul dengan menempuh perjalanan terjauhku selama aku berada di Jogja.








Hembusan angin pantai, debur ombak yang indah, serta kokohnya Pulau drini yang tepat berada dihadapanku berhasil menghilangkan kelelahanku selepas perjalanan jauh ini. Apakah ini yang dinamakan Pantai selatan yang tidak boleh memakai baju hijau ? loh tapi kalau tidak salah itu adalah Pantai Parangteritis, tapi bisa jadi ini masih tetangganya? Ah ntahlah, aku terlalu banyak bertanya dengan fikiranku sendiri, yang jelas hari ini aku tidak memakai baju hiaju, itu saja sudah cukup.



Tidak cukup hanya duduk di sebuah gubuk-gubukan , kami di ajak oleh ketiga temanku untuk menikmati pemandangan dari ketinggian Pulau Drini yang berada di sebrang sana. Namun sangat disayangkan sekali, kali ini Asa dan Maryam tidak ikut, dengan beralasan tidak ingin jika saat pulang dengan kondisi sepatu basah. Dengan melewati genangan air laut yang mungkin sedang surut karena jelas terlihat mengambang hijaunya lumut-lumut laut, aku berhasil melewatinya. Diperjalanan aku selalu di temani Eva, Senang sekali rasanya aku menjadi lebih akrab dengan Eva, teman yang baru saja aku kenal namun aku merasa nyambung saat mengobrol dengannya.

Mulailah satu persatu tangga aku naiki untuk sampai ke puncak. Kulihat Asa dan Maryam yang masih asik di dalam gubuk terlihat semakin kecil dari ketinggian ini. Di pulau ini terdapat banyak pohon yang aku tidak tahu jelas apa jenisnya, berakar nafas seperti bakau namun itu bukanlah bakau, memiliki buah seperti nanas raksasa. Daun dari pepohonan itu bersayu-sayu terhempas angin pantai ini yang memang begitu kuat, hingga membuat beberapa kali Jibab hitamku berkibar, namun tetap tidak bisa mengalahkan indahnya kibaran bendera Merah Putih yang terdapat di tepi Pulau Drini tersebut

 Aku mencoba melihat ke bawah laut, wah ternyata ini begitu tinggi. Debur ombak yang menghempas karang semakin terlihat indah dan jelas dari ketinggian ini, ditambah airnya yang memiliki warna biru sangat kontras di mata. Keindahan Pantai ini berhasil mengalahkan pantai-pantai yang pernah ku kunjungi selama ini.




Padahal baru saja aku ingin menyaksikan senja dari pulau ini, namun sepertinya hal itu belum menjadi keberuntunganku, karena perjalanan sangat jauh dan kami harus segera melakukan perjalanan pulang. Lagi-lagi aku menyusahkan mereka saat diperjalanan pulang karena harus berhenti di sebuah toko pakaian kaos oblong yang menjadi khas di Kota ini, hanya untuk menemaniku menyelesaikan amanah titipan dari saudaraku.



Hari kedelapan


Tidak ada yang spesial hari ini, aku dan maryam hanya menghabiskan waktu di malioboro lagi untuk berburu oleh-oleh untuk keluarga yang ada dirumah, terutama untuk ibuku yang mungkin sudah sangat merindukanku begitu juga denganku. Hari ini terasa  sangat terik, sampai aku menyadari kalau selama aku berada di sini belum pernah merasakan air dari langit yang turun mengguyur kota ini. Hanya tinggal beberapa hari lagi, mungkinkah aku diberi kesempatan untuk melihat Jogja diguyur Hujan.



Hari kesembilan

Hari ini adalah hari terahir bagiku, Asa dan Maryam untuk menikmati kota ini. Ada sebuah tempat yang masih membuatku penasaran. Ya, Alun-alun Kidul. Alun-alun yang sempat ku dengar memiliki mitos menghampiri pohon Beringin besar sambil menutup mata. Seperti biasa, dengan menggunakan Taxi online kami sudah sampai di Alun-alun Kidul. Benar saja, kulihat terdapat dua pohon beringin yang ada di tengah alun-alun. Namun tidak tahu mengapa aku menjadi tidak semangat untuk memasuki Alun-Alun tersebut, aku lebih semangat menghampiri penjual bakso dan penjual es kelapa yang berada di pinggiran Alun-alun. Rasa lapar ku mengalahkan rencana awal kami, memang benar, saat pergi tadi aku memang belum sempat sarapan.



Setelah menyantap bakso pinggiran yang ternyata rasanya tidak mengecewakan dan harganya sangat terjangkau, kami berjalan kaki namun tidak tahu akan menuju kearah mana. hingga waktu dhuhur telah tiba yang mengharuskan kami kembali mencari-cari Masjid di komplek perumahan disekitar Alun-alun Kidul

 Seusai sholat kami sepakat akan menuju Malioboro karena mendapat Info dari driver Grab yang kami kendarai tadi bahwa sekitar pukul 3 akan ada Pawai di jalan Malioboro. Namun apa yang terjadi, Hujan lebat yang turun secara tiba-tiba, hingga membuat kami harus menunggu beberapa jam didalam masjid itu. Alhamdulillah, akhirnya aku bisa melihat Jogja di guyur hujan. Maryam dengan bercanda menyalahkanku karena teringat dengan ucapanku yang ingin melihat hujan. Setiap tetesan air yang menetes memiliki arti bagiku saat menyaksikannya. apa kamu juga suka hujan? Iya kamu.


hujan belum juga reda, namun kami tetap harus segera melanjutkan perjalanan menuju Malioboro. Sepertinya hujan ini benar-benar merata, karena terlihat dari kaca mobil genangan air di sepanjang perjalanan.

Sesampainya di Malioboro, ternyata karnaval belum di mulai, jadi masih ada waktu untuk kami menyantap makanan lagi. Cuaca yang dingin memang membuat kami cepat merasa lapar.

 Kulihat para pengunjung Malioboro mulai dari turis Asing hingga penduduk asli memadati tepi jalan untuk menyaksikan pawai. Pawai itu diawali oleh Barisan bapak-bapak yang sangat cekatan dalam memainkan alat musik seruling, disusul para muda-mudi yang menari-nari dengan gaya unik mereka, hingga beraneka ragam kostum yang dipakai mereka dan berhasil membuat kamera hp ku tidak berhenti untuk terus berusaha mengabadikan momen langka seperti ini. Aku yakin terdapat arti dari setiap kesenian yang mereka tampilkan, namun aku sebagai orang awam hanya mampu menikmati apa yang mereka tampilkan tanpa mengetahui maksudnya. Lagi-lagi sebuah kalimat sama yang terlintas dalam fikiranku,'Seandainya ini bukan hari terahirku’.






hari kepulangan..

Tibalah kami dihari yang tidak kuharapkan ini, Astagfirullahaladzim. Dengan perasaan sedih harus meninggalkan tempat ini, teman-teman, kamar, tetangga kamar, ibu kos, serta Ayam jago penjaga kos-kosan. Semoga ibu kos yang baik hati itu tetap diberikan kesehatan dan keberkahan. Jadwal kereta kami adalah pukul 14.30 di Lempuyangan. sehingga pukul 1 siang kami sudah mulai membereskan apa-apa saja yang menjadi bawaan kami masing-masing. Dari jendela kaca mobil, kuperhatikan dengan  lebih tajam setiap jalan yang sering kulalui beberapa hari lalu, gedung kampus dan bangunan-bangunan lainnya. Segala kenangan dan pengalaman kembali teringat didalam benakku seperti kaset yang sengaja di putar kembali. Aku pasti merindukannya..



Hampir saja kami tertinggal kereta karena kecerobohan kami yang tidak bisa mempersiapkan lebih awal. Aku tidak memiliki rasa semangat yang sama seperti saat melakukan perjalanan keberangkatan menuju Jogja lalu. Padahal seharusnya aku pulang membawa kegembiraan seusai liburan, ntah mengapa ini malah sebaliknya.

Apalagi Aku, Asa dan Maryam harus berpisah setelah sampai di Stasiun Senen, semakin menambah kegundahanku. Aku seorang diri harus melanjutkan kembali perjalanan ku menuju Bandara Soekarno Hatta untuk kembali ke tempat asalku. Aku harus segera menyadarkan kembali kepada diriku bahwa Liburan usai. Saatnya kembali ke kehidupan normal lagi, menyelesaikan tanggungjawab dan sebagainya.

Terimakasih untuk Teman-teman yang memiliki hati sangat Mulia seperti kalian. Kalian adalah orang-orang ajaib yang sengaja Allah takdirkan bertemu denganku dan menjadi rezekiku. Tidak ada kata-kata yang mampu menjelaskan betapa bahagianya bertemu dengan kalian. semoga Allah membalas atas kebaikan kalian semua.

Salam rindu,
 ujung Kota Industri

Rabu, 09 Agustus 2017

Wonderful Yogyakarta (First Day)





19 juli 2017, Jam yang ada di tangan sebelah kananku menunjukan pukul 07.15 pagi. Riuh ramai penumpang termasuk diriku yang tidak sabar untuk segera turun dari gerbong setelah kereta perlahan mengurangi kecepatan dan tepat berhenti di stasiun Lempuyangan. Wusssh,.. seketika angin berhembus menyambut kami, begitu kental aroma keasrian dan kesederhanaan. Bismillah, pertama kali kakiku menginjakan di tanah kota istimewa ini, semoga Allah mempermudah keberadaan kami disini.
 Aku dan kedua temanku memutuskan untuk beristirahat sejenak di bangku-bangku yang ada di stasiun, sembari jariku mulai menelusur mencari taxi Online melalui aplikasi yang ada di HP pintar ku, untuk mengantar kami sampai di tempat peristirahatan sementara yang sudah kami siapkan dari jauh-jauh hari. Namun karena sinyal dan baterai yang tidak mendukung, segerombol bapak-bapak berseragam rompi yang sedang mengobrol dengan bahasa jawa terlihat lebih menarik. Bukan, mereka bukan Boyband, mereka adalah Tukang Ojek yang mangkal tepat berada di seberang stasiun. Akhirnya kesepakatan harga tercapai setelah tawar-menawar menggunakan bahasa jawa yang juga merupakan bahasa keseharianku di rumah dan mungkin hal itu juga yang berhasil menurunkan tarif pengantaran ke tempat tujuan meskipun sedikit.

Sepanjang perjalanan aku terus memperhatikan setiap sudut kota yang aku lewati, bangunan yang tersusun rapih, banyaknya pejalan kaki serta orang-orang masih menggunakan sepeda ontel sebagai transportasi yang kenyataannya pemandangan ini sangat berbeda dengan keadaan yang ada di Kota tempat tinggalku. Setelah perjalanan kira-kira sekitar 15 menit, kami sampai di sebuah perumahan yang akan menjadi Basecamp kami selama kurang lebih 10 hari. Mengingat biaya kos-kosan ini yang sangat terjangkau, keadaannya tidak seburuk yang aku bayangkan sebelumnya. Ibu pemiliki Kos tersebut juga sangat ramah sembari menunjukan kamar yang akan kami tempati, “aku pasti akan betah disini.” Pikirku dalam hati. Ada hal unik yang mencuri perhatianku, tepat di depan Kos-kosan ada sebuah Ayam Jago putih, cukup besar, namun pendiam. Karena ukurannya yang tidak biasa, setiap kali aku melihatnya aku teringat dengan Film kartun Disney 'Chicken Little' yang berperan sebagai Buck Cluck.



Setelah kami membersihkan diri dan menyusun rencana, kami siap mulai menjelajahi satu-persatu destinasi wisata yang ada di kota ini tanpa memikirkan kendaraan apa yang akan membawa kami menuju tempat tujuan. Namun sebelum itu kami harus memberi energi terlebih dulu kepada tubuh kami yang sejak di kereta sudah kelaparan. Sepertinya sarapan Bubur Ayam yang ada di sekitar komplek cocok  untuk hidangan pembuka peresmian memulai petualangan kami.  Seusai menyantap bubur Ayam yang rasanya tidak mengecewakan, kami melanjutkan perjalanan. Baru sebentar berjalan kaki, kami berhenti di sebuah Counter pulsa untuk membeli pulsa. MashaAllah, Allah memang selalu membantu kami, Ibu penjual pulsa tersebut memberikan kami petunjuk penyewaan Motor di sekitar komplek dengan harga yang cukup terjangkau untuk 24 jam.


Setelah mengisi 2 lembar form untuk menyewa 2 motor dengan menyerahkan 3  identitas ku sebagai jaminan berupa KTP,Kartu Tanda Mahasiswa, serta sebuah kartu Asuransi kampus yang sebenarnya sudah kadarluarsa. Setelah semuanya beres, bermodalkan aplikasi GPS pada HP, kami siap meluncur menuju Candi Prambanan yang sudah terdaftar pada list catatan kecil kami. 

               Baru sampai di pintu masuk Candi Prambanan, hati ku sudah berdebar, suasana yang sangat kental budaya Jawa diiringi musik Gamelan dan nyanyian sinden terdengar di sekitar wilayah Prambanan. Meskipun kami masih berada di jarak sekitar 200 meter dari Candi Prambanan, namun Candi tersebut sudah terlihat begitu megah dan mempesona. Kami berlari-lari kecil untuk segera melihat bangunan Hindu tersebut. “Wuahhh, Allahuakbar..” Begitu tercengangnya diriku melihat secara langsung bangunan kuno ini, ternyata Candi Prambanan lebih besar dari yang biasa aku lihat di televisi atau di foto-foto yang ada di internet. Semakin kami dekati, semakin terlihat kokoh dan menjulang tinggi Candi-candi tersebut terutama yang berada di bagian tengah terlihat megah. Sangat indah ukiran-ukiran yang terlukis, begitu detail dan tegas. Hampir tidak percaya bahwa bangunan tersebut adalah buatan tangan manusia pada jaman dulu. Disekelilingnya terdapat candi-candi berukuran kecil yang menambah keindahan, meskipun beberapa Candi runtuh dan ada pula yang sedang dalam proses perbaikan akibat gempa yang terjadi pada tahun 2006 silam. Tidak puas hanya melihat-lihat dari luar, kami mencoba masuk ke dalam bangunan Candi yang paling besar dan tinggi. Aku mulai menaiki anak tangga satu-persatu, memasuki lorong yang cukup gelap dan lembab. Kedua temanku tidak berani untuk melanjutkan sampai kedalam, mereka memilih untuk berbalik arah. Karena rasa penasaranku yang cukup tinggi, aku tetap melanjutkan sampai mengetahui apa yang ada di dalam Candi ini. Aku terkejut saat lampu Flash pada kamera HP ku menangkap sebuah patung yang cukup tinggi dan besar tepat dihadapanku, tidak jelas memang bagaimana rupanya, namun aku juga tidak berani melangkah lagi terlalu dekat dan langsung berbalik arah.





Sebenarnya aku belum jenuh berada di sekitar candi ini, namun melihat matahari yang mulai malu menampakan sinarnya, pertanda waktu sudah sore, kami harus berpindah ke lokasi lainnya untuk mengefisiensikan waktu yang kami miliki. Tempat tujuan selanjutnya yang ingin kami kunjungi  adalah Malioboro, jalan paling populer yang selalu menjadi Icon foto-foto Instagram para traveler yang sedang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Cukup penasaran dengan jalan ini, seperti jangan mengaku pernah berada di Yogyakarta kalau tidak datang ke Malioboro. Ada apa dengan jalan itu ?, setelah melakukan perjalanan sekitar 30 menit , akhirnya GPS kami menunjukan titik yang kami tuju sudah sampai. Parkiran untuk para pengunjung Malioboro cukup ekstrim menurutku yang baru pertama kali melihatnya, dengan kemiringan yang tidak biasa dan cukup tinggi. Hanya bermodalkan keyakinan aku mulai menarik gas pada motor dan segera memarkirkan kendaraan.


               Lagi-lagi aku dibuat terkesima dengan apa yang Kota ini suguhkan, pemandangan yang tidak Biasa. Begitu  ramai jalanan ini meskipun hari menjelang gelap, di penuhi dengan lampu jalan  yang gemerlap, tawar-menawar antara pembeli dengan pedagang-pedagang kaki lima yang kental dengan bahasa jawa, suara angklung yang terdengar merdu, delman-delman lengkap dengan kuda yang berbaris rapi menunggu penumpang, para tukang becak yang  masih setia menggenjot pedal sepeda untuk mengantar penumpang menikmati keindahan Kota, serta pedagang gelembung balon lincah memainkan alat saktinya untuk mengeluarkan balon-balon berterbangan yang menambah keindahan jalan ini. Wah, begitu luar biasa. Rasanya seperti mimpi bisa duduk di pinggir jalan Malioboro menikmati suasana malam seperti ini. 

               Meskipun waktu sudah menunjukan pukul 19.30 WIB namun kami tidak kehabisan ide untuk hanya berhenti di Malioboro saja, kami memiliki sebuah tempat lagi untuk menutup petualangan hari ini. Setelah melakukan perjalanan beberapa menit mengikuti GPS yang membantu kami menemukan tempat ini. Taman Pelangi, lokasi wisata malam yang dipenuhi dengan lampion berwarna-warni dan beraneka ragam bentuk yang berada di lokasi yang cukup luas. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya keindahan, sangat menakjubkan. Lampion yang sangat mencuri perhatianku di tempat ini adalah Lampion-lampion yang berada di pinggir kolam berbentuk mantan-mantan presiden hingga lampion presiden yang sedang memimpin Negara kita saat ini berbentuk paling besar. Pemandangan yang menurutku yang sangat unik.


Karena hari semakin larut malam dan kaki ku mulai terasa lelah, kami memutuskan untuk menyudahi wisata hari ini. Namun karena kecerobohan kami yang hanya mengandalkan GPS, di perjalanan pulang menuju penginapan terasa berjarak semakin jauh daripada perjalanan saat menuju Taman Pelangi. Melewati jalanan sempit, gelap, dan sepanjang perjalanan berjalan di samping pengairan atau aku biasa menyebutnya ledeng. Tergelincir sedikit saja motor kami, akan dengan mudahnya masuk dalam ledeng tersebut. Dengan tangan kiri yang tetap menarik gas motor,  mata yang dipaksa konsentrasi melihat jalan yang minim penerangan, serta tak henti-hentinya berdo’a yang aku yakini dapat menolong kami dari segala bahaya yang tidak kami ketahui. Rasanya tidak lucu juga kalau hidup ku berakhir di tempat ini, Astaghfirullah. Sepanjang perjalanan kami naik motor beriringan agar tidak terpisah, kurasa kedua teman ku juga merasakan hal sama sepertiku. Terlihat dari wajah Assa yang tegang sambil memegang erat Hp nya untuk menunjukan arah melalui GPS dan Maryam sebagai driver yang cukup handal. 
          
           Alhamdulillah, Setelah memakan waktu perjalanan pulang yang cukup panjang dan menegangkan , akhirnya kami sampai di jalan yang sudah tidak jauh lagi dari lokasi Penginapan kami. (bersambung..)